Cerita Kecil untuk Lingkungan Hidup

Buat kami, bicara tentang lingkungan hidup bukan cuma bicara tentang menjaga keaslian alam, tapi juga bicara tentang mengendalikan diri kebutuhan kita akan alam, berbagi ruang dengan makhluk hidup lain, dan memastikan kasih sayang yang kita punya untuk sesama juga tersampaikan ke individu lainnya yang juga bernafas dan menjalani kehidupan di dunia ini.

Judul-judul ini membawa sedikit irisan hidup lingkungan yang terjadi untuk memulai percakapan dengan teman-teman kecil tentang menjadi manusia dan menjaga keseimbangan hidup di bumi.

Rumah untuk Ge oleh Eva Y. Nukman

Perjalanan Ge mencari rumahnya setelah dipaksa melakukan hal-hal yang manusia inginkan dan membuatnya kehilangan rumah, mengajak kami kami membayangkan sedih dan bingungnya kalau kami harus dipaksa bekerja yang kami tidak suka dan kehilangan rumah serta orang-orang yang kami kenal dan kasihi. Habitat yang terus hilang membuat mereka terancam punah dan terkadang menyerbu tanaman petani setempat.

Cerita kecil ini membawa kami melihat pentingnya keterdampingan hidup manusia dan makhluk lainnya dan memastikan alam yang kita pakai tidak mengorbankan kehidupan makhluk lainnya.

Misteri di Pasar Terapung oleh Eva Y. Nukman. Ilustrasi oleh Ella Elviana.

Di Pasar Terapung, aneka kue dan berbagai buah menghilang dari jukung-jukung yang dilewati Mawi. Orang-orang pun menyalahkan Mawi. Tidak terima, Mawi pun menepi dan mengamati untuk melihat pelaku sebenarnya yang justru membuat Mawi jatuh hati.

Di balik kisah keseharian berbelanja, Misteri Pasar Terapung mengajak kami melihat realita alam yang terjadi. Kedua ‘pelaku’ hilangnya buah-buahan dari jukung-jukung di perahu, tak cuma mengambil makanan karena jahil, tapi karena lingkungan yang menjadi rumah mereka sudah tak lagi menyediakan makanan yang cukup seperti yang mereka butuhkan. Kehidupan manusia yang mendorong habitat hidup mereka, mengubah perilaku alami mereka. Kami juga mengikuti penelusuran Mawi sambil memikirkan tentang bagaimana kecurigaan awal kami tentang sesuatu –atau seseorang!– harus selalu ditelusuri dan dipastikan kebenarannya dengan melihat sisi lain dari sebuah cerita.

Dari Batu ke Batu oleh Ary Nilandari

Para kodok kehilangan batu yang menjadi panggung mereka bermain musik, menari, dan bernyanyi. Batu itu diambil orang. Anak-anak pun kehilangan batu-batu tempat mereka bermain dan berlompatan. Semua batu di sungai tampaknya akan habis diangkut ke kota. Tepian sungai pernah longsor akibat penambangan batu.

Terinspirasi dari bebatuan di sungai Comal yang mengalir melintasi wilayah Pemalang, Jawa Tengah, kami suka cara Dari Batu ke Batu mengajak kita (lagi-lagi) melihat keseimbangan lingkungan dengan cara yang sederhana. Batu yang kelihatannya biasa, umum, dan tak bergerak hadir di suatu area bukan karena alasan. Mereka bahkan tidak masuk perhitungan ‘makhluk hidup’ tapi keberadaan mereka penting dalam interaksi alam yang memberi kehidupan dan kesenangan. Saat mereka tidak ada, ada yang terambil dari kehidupan itu sendiri.

Jangan Sedih Bujang oleh Sofie Dewayani. Ilustrasi oleh Dina Riyanti.

Bujang, tinggal sebagai anggota Suku Kubu yang hidupnya jauh dari keramaian di antara perpohonan rimba Sumatra. Ia terbiasa berpindah-pindah dan hidup dari hasil perburuan itu. Tapi kini ia sedih sekali. Semua binatang pergi. Di hutan tak ada lagi labi-labi untuk dimakan. Padahal Bujang terbiasa berpindah-pindah dan hidup dari hasil perburuan. Biasanya mereka baru pindah kalau ada anggota keluarga yang meninggal atau jika ada masalah di tempat itu. Namun lingkungan mereka cepat berubah. Kebakaran hutan dan pengalihan lahan memaksa sebagian Suku Kubu untuk menyesuaikan gaya hidup mereka.

Kisah ini mengajak kita mengintip kehidupan kelompok suku asli di Indonesia yang kehidupannya terancam oleh modernisasi dan pengalihan fungsi alam, serta bagaimana kedekatan hidup dengan alam menjadi kunci utama kebertahanan budaya mereka. Kami juga belajar melihat gaya hidup yang dekat dengan alam, jauh berbeda dengan kehidupan perkotaan, yang kami lebih terbiasa. Melihat dampak modernisasi buat kehidupan mereka membuat kami melihat gaya hidup kami sendiri dan memikirkan hal-hal sederhana yang seringkali tak kami pikirkan, tapi punya dampak serius bagi orang lain walaupun tidak secara langsung.

Aku Ingin Pulang oleh Ary Nilandari. Ilustrasi oleh Lyly Young.

Seekor kakatua bersahabat dengan anak lelaki yang beberapa kali menyelamatkan hidupnya. Tapi, waktu sang anak lelaki memaksanya ikut untuk pindah ke kota, kakatua tidak yakin dia ingin ikut ke sana.

Penggambaran yang indah lewat kata-kata sederhana dan ilustrasi detail penuh permainan warna tentang hubungan manusia, binatang, dan alam, Aku Ingin Pulang meminjam sudut pandang seekor kakatua yang ingin pulang ke rumah alaminya. Di dalamnya kita melihat dunia yang memang bukan hanya tempat manusia hidup. Intipan mata Sang Kakatua menjadi perkenalan konsep hidup berdampingan, menghormati, dan menjaga hubungan yang seimbang dengan makhluk hidup dan alam.

Ada Apa Di Situ? oleh Erna Fitrini. Ilustrasi oleh Hutami Dwijayanti.

Mamat membantu kakaknya membersihkan taman kota. Daun kering dibersihkan, lebah-lebah berterbangan. Musuh-musuh pun masih bersembunyi. Menggenggam sapu di tangannya, Mamat siap memburu musuh-musuh!

Petualangan Mamat mengajak kita bukan cuma memastikan kita terlibat dalam menjaga lingkungan, tetapi juga pergi ke dunia imajinasi kita. Di sana tempat yang kelihatannya tidak istimewa tetap bisa jadi menyenangkan dan seru. Bersama Mamat kami bertualang sambil melihat hal-hal kecil di sekitar kami: yang bisa disapa, yang bisa ditelusuri, yang harus dilawan, sambil menjaga bersih dan nyamannya lingkungan kita. Bersama Mamat kami juga merasa walaupun kecil dan terlihat remeh, interaksi dengan lingkungan terdekat membuat kami menjadi lebih sadar hal-hal yang perlu kami jaga dan perhatikan keberlangsungannya.

Akan ke Mana Boti? oleh Watiek Ideo. Ilustrasi oleh Novita Eliza.

Boti, si botol merah, sudah lama tinggal di dalam toko swalayan. Suatu hari, ia keluar toko dan hanyut di sungai. Akan ke mana Boti?

Mengikuti perjalanan Boti yang ingin keluar dan melihat dunia di luar toko swalayan, ternyata tidak seperti yang diduga. Setelah isinya habis, Boti justru menelusuri sungai dan merasa kebingungan. Ini tak seperti yang ia duga. Tapi ternyata perjalanannya tidak selesai di situ. Menjadi botol kosong ternyata punya cerita yang lain, dan masih bisa menemukan kisah yang baru.

Perilaku konsumsi kita tentu berhubungan langsung produksi sampah yang kemudian membentuk karakter lingkungan hidup di sekitar kita. Cerita Boti mengajak kita untuk tak hanya memperhatikan bagaimana kita mengonsumsi produk, tapi konsekuensi dari setiap konsumsi itu. Buat kami ini bukan hanya cerita tentang menjaga dan menjadi aware tentang perilaku sampah kita, tapi juga mengajak kami melihat sebab dan akibat dari setiap keputusan dan aksi yang kita lakukan.

Hutan Harapan Haris oleh Endah Herawati

Hutan tempat tinggal Haris telah musnah, dibakar manusia. Haris yakin masih ada hutan untuk Haris dan teman-temannya. Haris dan Atan harus menghadapi akibat dari kerusakan lingkungan akibat kegiatan manusia di hutan, dan mencari rumah baru untuk tinggal tentu tidak mudah.

Kami membayangkan kalau harus meninggalkan rumah tempat kami tinggal saat ini pasti sedih juga. Apalagi kalau ancaman itu terus mengikuti. Cerita ini memberikan perspektif kesadaran lingkungan, melihat Haris mencari kehilangan rumahnya mengingatkan kami tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem di sekitar kita, karena dunia ini kan bukan cuma punya manusia, tapi seluruh makhluk hidup yang ada. Maka harapan yang dijaga juga harus memikirkan semua.

Older
CeritaCerita #02: Greta di Negeri Raksasa bersama Fenny Irawati
Newer
Terbaru dari Litara

Leave your comment

Shopping cart